Pages

Rabu, 25 April 2012


PELUANG PASAR BEBAS BAGI PARA UMKM DI DAERAH[1]
Miswadi
outsourcing pada Bahtera Melayu-Riau

PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditentukan oleh dinamika perekonomian daerah, sedangkan perekonomian daerah pada umumnya ditopang oleh kegiatan ekonomi bersakala kecil dan menengah. Unit usaha yang masuk dalam kategori Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan urat nadi perekonomian daerah dan nasional. Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan usaha yang tangguh di tengah krisis ekonomi. Saat ini sekitar 99% pelaku ekonomi mayoritas adalah pelaku usaha UMKM yang terus tumbuh secara signifikan dan menjadi sektor usaha yang mampu menjadi penopang stabilitas perekonomian nasional (Hamid, 2010).

Pasar bebas adalah pasar ideal, di mana seluruh keputusan ekonomi dan aksi oleh individu yang berhubungan dengan uang, barang, dan jasa adalah sukarela, dan oleh karena itu tanpa maling (Anonim, 2012). Sebaliknya Adian (2012) mengemukakan bahwa pasar bebas adalah jargon ilusif sekaligus diskriminatif. Jargon itu selalu ditudingkan pada negara berkembang yang berusaha keras melindungi kepentingan nasionalnya. Namun, jargon serupa tidak pernah dilontarkan kepada negara maju yang melakukan hal serupa. Indonesia, misalnya, dituduh tidak kondusif bagi investasi asing. Namun, sebaliknya, apakah negara maju juga membuka pintu ekonominya bagi Indonesia? Barang-barang ekspor kita selalu dituduh kumuh, tidak higienis, dan berbahaya berdasarkan tolok ukur yang dibuat (buat) negara maju. 
Menurut Halid dalam Antara News (2012) mengemukakan bahwa pasar bebas tidak cocok di Indonesia, penerapan pasar bebas di Indonesia seharusnya tidak semua potensi ekonomi yang ada diserahkan pada pasar, ada banyak potensi ekonomi yang harus tetap dilindungi untuk menguatkan perekonomian nasional, termasuk koperasi. Selanjutnya dikemukakan bahwa para pengambil kebijakan belum menyentuh keberadaan koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi yang cukup penting untuk memperkokoh perekonomian bangsa dan pemerintah mesti menciptakan regulasi demi bangkitnya perkoperasian di Tanah Air.

Selanjutnya menurut Herlas (2011) mengemukakan bahwa dampak perdagangan bebas tahun per tahun dipastikan kian menguat dan berpengaruh kian signifikan bagi produk dalam negeri, terutama produk UMKM. Sehingga dengan demikian perlu meningkatkan daya saing produk, perlu dukungan kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada para pelaku usaha dalam negeri. Dengan demikian para pelaku usaha terutama UMKM wajib melakukan evaluasi pasar sepanjang tahun berjalan untuk menetapkan strategi pemasaran pada tahun berikutnya. Sejumlah pelaku UMKM di Indonesia belum kuat bergulat di pasar bebas. Hal tersebut perlu segera diatasi dengan memperkuat kelembagaan dan komunitas masing-masing dalam meningkatkan daya saing dan perkuatan pasar dalam negeri. Kondisi tersebut merupakan salah satu kelemahan yang perlu segera dibenahi dan pemasaran produk saat ini tidak bisa dilakukan secara sektoral atau per individu melainkan perlu ada penguatan komunitas pelaku UMKM agar daya saing produk dalam negeri makin meningkat. Di sisi lainnya perlu adanya jaringan distribusi dan pemasaran produk yang lebih efektif bagi produk-produk UMKM. Saat ini pemasaran produk UMKM terkadang harus melalui broker atau perantara karena keterbatasan jaringan.

Adiputro (2011) mengemukakan bahwa gerakan proteksi dan ide menentang pasar bebas kembali mengemuka di pentas publik. Mari Pangestu seorang Doktor Ekonomi, akademisi yang teruji dan seorang menteri yang punya networking internasional yang luas, ternyata cuma berakhir pada cap sebagai seorang  neolib, kapitalis dan pro barang impor. Beberapa hari belakangan, para pendemo memasang foto Mari dan Gita dengan rupa seperti drakula yang menghisap darah rakyat karena kebijakannya yang dianggap pro asing.  Memang dalam ekonomi, masyarakat awam cenderung lebih gampang menuduh daripada mendengarkan penjelasan tuduhannya. Banyak yang menganggap bahwa krisis ekonomi global yang melanda pada 2008 dan 2011 ini sebagai pertanda hancurnya sistem liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Kelompok kiri mengangkat kembali ide sosialisme baru ala Chavez dan Morales. Sementara kelompok Islam beranggapan kini waktunya menggunakan sistem ekonomi syariah. Terlepas dari berapa angka impor yang membanjiri Indonesia, tidak bisa dinafikan bahwa pasar bebas adalah sebuah keniscayaan jaman modern. Premis proteksionisme adalah meningkatnya kesejahteraan nasional ketika pemerintah memperkenankan monopoli bagi produsen dalam negeri. Sepanjang pemikiran ilmu ekonomi, pengalaman sejarah, dan berbagai studi empiris,premis tersebut terbukti berkali-kali salah. Proteksionisme justru melahirkan kemiskinan, bukan kesejahteraan.
Bahkan juga tidak melindungi lapangan kerja maupun industri dalam negeri. Sebaliknya, justru menghancurkannya, merugikan industri-industri ekspor dan industri-industri yang berbasis impor. Misalnya saja  menaikkan harga baja untuk “melindungi” perusahaan-perusahaan baja lokal hanya berakibat pada naiknya ongkos produksi mobil dan banyak produk lain yang terbuat dari baja. Begitupun dengan pertanian, yang sepertinya ‘sah’ jika masyarakat Indonesia yang berbasis konsumen  ini harus membayar lebih mahal untuk komoditi pertanian, sebagai upaya afirmasi bagi petani. Bukan hanya dampak ekonomi, tapi proteksi juga berpotensi mengancam perdamaian.  Seorang filsuf Montesquieu sampai menyimpulkan bahwa “perdamaian adalah produk alamiah perdagangan. Dua bangsa yang berbeda satu sama lain menjadi saling tergantung karena perdagangan. Saat satu pihak berkepentingan untuk menjual dan pihak lain tertarik untuk membeli, terjalinlah hubungan yang terbangun dari rasa saling membutuhkan.
PERMASALAHAN UMKM DALAM PASAR BEBAS
UMKM merupakan tulang punggung ekonomi yang dielu-elukan, namun kenyataannya kurang nutrisi. Bahkan sudah mulai dirusak dan dibuat bunga tinggi pada perkreditannya. Kredit Perbankan yang bersifat konvensional untuk UMKM yang cukup tinggi belum berdampak signifikan terhadap pengembangan usaha rakyat. Banyak fasilitas kredit konsumtif pengembangan usaha rakyat memperlihatkan belum terdapat hasil optimal bahkan bisa merusak mayoritas pengusaha UMKM dari berbagai upaya pemerintah yang tak terkoordinasi (Tanjung, 2008).

Beberapa masalah yang terjadi pada UMKM dalam pemasaran diantaranya
  • Kurangnya jaringan kerja (networking) dalam mendukung proses produksi (seperti penediaan bahan baku) dan akses pasar, serta akses-akses lainnya dalam mendukung kelancaran usahanya.
  • Kurang dimilikinya unsur pembeda dalam produk dan strategi pemasaran, sehingga tidak mampu memperoleh pasar yang layak dalam bersaing dengan produk yang sama.
  • Pencitraan yang masih minim yang merupakan strategi promosi produk untuk memperoleh segmen pasar yang jelas.
  • Regulasi pemerintah yang masih kurang berpihak terhadap kreativitas UMKM serta dalam memfasilitasi produk UMKM pada pasar yang layak.

Menurut Avonina (2011) membagi permasalahan pada UMKM pada dua bentuk, yaitu permasalahan internal dan ekternal. Untuk permasalahan internal diantaranya: 1) kurangnya permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan; 2) kualitas sumberdaya manusia (SDM) meliputi: a) lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar; b) mentalitas pengusaha UKM; c) kurangnya transparansi.

Sedangkan permasalahan ekternal diantaranya: 1) iklim usaha belum sepenuhnya kondusif; 2) terbatasnya sarana dan prasarana usaha; 3) adanya pungutan liar; 4) implikasi otonomi daerah; 5) implikasi perdagangan bebas; 6) sifat produk dengan ketahanan yang pendek; 7) terbatasnya akses pasar; dan 8) terbatasnya akses informasi.

Dalam kaitannya dengan pasar bebas, UMKM dihadapkan pada berbagai produk yang bersaing ketat dalam memperoleh pasar dan konsumen. UMKM harus pula mempertimbangkan standar kualitas, harga dan segmen pasarnya. Tidak pula jarang ditemukan banyak UMKM dalam produk yang dihasilkannya lebih mementingkan kualitas dengan konsekwensinya adalah pada harga penjualan sehingga kesulitan dalam memperoleh segmen pasar. Akibatnya, banyak produksi UMKM (usaha yang tengah digeluti) tidak mampu bertahan (sustainable).
PENGALAMAN PENDAMPINGAN UMKM DALAM PEMASARAN
Pemasaran merupakan suatu hal penting bagi UMKM dalam kaitannya dengan hasil produksi. Seringkali UMKM mengalami kendala dalam memasarkan produk-produknya. Kendala dasar yang dialami oleh UMKM diantaranya produk tidak memperoleh harga yang sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan, meskipun terkadang memperoleh harga yang berada pada harga diatas harga pokok, namun sangat kecil margin yang diperoleh sehingga usaha UMKM seringkali tidak berlanjut dan berkembang dengan baik. Disamping itu, pasar yang menjadi tempat penghubung produk produsen ke konsumen hanyalah pasar lokal.

Kondisi itu setidaknya terjadi di Riau terutama UMKM di pedesaan Kabupaten Bengkalis. Kemampuan dan keberhasilan dalam produksi ternyata tidak mampu menembus pasar baik lokal maupun luar daerah yang bersaing dengan produksi.
Pendampingan yang dilakukan selama ini, terutama oleh Bahtera Melayu beserta rekan-rekan (merupakan BDS dengan basic LSM/NGO) lebih kepada upaya pemberdayaan masyarakat pada pengelolaan sumberdaya alam wilayah pesisir dengan sasaran pengembangan ekonomi produktif bagi masyarakat pesisir di sekitar sumberdaya alam.

Pengenalan diversifikasi terhadap potensi yang ada, teknologi tepat guna, hamper seluruhnya mampu dilakukan masyarakat baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Akan tetapi kegiatan usaha yang dirintis melalui konsep fasilitasi tidak mampu sustainable. Segmen pasar hanyalah pasar local atau masyarakat sekitar. Begitu diarahkan untuk pasar luar daerah tidak mampu bersaing dengan produk lainnya. Banyak hal yang menjadi latar belakang kondisi ini, tetapi satu hal yang penting dicermati adalah minimnya sifat dan sikap wirausaha. Masyarakat masih banyak tergantung pada kekayaan sumberdaya alam yang ada.

Keberhasilan produk yang diproduksi masyarakat pesisir kurang mampu memperoleh segmen pasar diantaranya juga mengenai kemasan, izin, standar produk yang tinggi sehingga berkonsekuensi pada harga yang tinggi pula. Banak pula kegiatan ekonomi yang dikembangkan tidak mampu menjadi usaha pokok akan tetapi lebih dekat kepada usaha alternative (sambilan) dalam upaya peningkatan ekonomi rumah tangga nelayan.
SARAN-SARAN
Beberapa hal yang mampu disarankan dalam tulisan ini dalam upaya sustainability UMKM untuk menghadapi pasar bebas, diantaranya:
  1. Merubah pemahaman tentang konsep menjalankan usaha dengan jiwa wirausaha yang tepat sehingga diperlukan pemantapan sikap dan perilaku wirausaha.
  2. Memperbaiki produk seperti kemasan, standar produk sesuai pasar, biaya produksi dan harga jual, kuantitas produk dan luasan pasar, serta memperhatikan produk saingan sebagai kompetitor.
  3. Memperluas jaringan (networking) UMKM yang solid baik dalam penyediaan bahan baku produksi maupun dalam memperoleh pasar. Kerjasama yang baik antar jejaring setidaknya mampu memperkuat dan mempertahankan sustainability UMKM.
  4. Mempertimbangkan kegiatan usaha yang dikembangkan terhadap keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. 
  5. Peningkatan fungsi fasilitasi dan regulasi pemerintah dalam pengembangan UMKM di daerah, yang tidak hanya sebatas dalam penyediaan pembiayaan.




DAFTAR PUSTAKA
Adian, D.G., (2012). Ironi Pasar Bebas.


Antara News, 2012. Nurdin Halid : Pasar Bebas Tidak Cocok di Indonesia. Dalam Maruli, A (Ed.).

Avonina, S., 2011. Mengatasi Permasalahan Usaha Kecil. http://galeriukm.web.id/artikel-usaha/mengatasi-permasalahan-usaha-kecil (tanggal akses 25 Apr 2012).

Hamid, E.S., 2010. Pengembangan Umkm Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Makalah pada Simposium Nasional: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Herlas, 2011. Dampak Perdagangan Bebas terhadap UMKM Kian Meningkat. http://www.investor.co.id/home/dampak-perdagangan-bebas-terhadap-umkm-kian-meningkat/2282 (tanggal akses 22 Apr 2012).

Tanjung, D. E., 2008. Persoalan Utama UMKM. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://usaha-umkm.blog.com/2008/08/04/persoalan-utama-umkm/ (tanggal akses 24 Apr 2012).

 

 

 




[1] Disusun sebagai artikel bebas dalam kegiatan Bimbingan dan Konsultasi Peningkatan Standar Konsultan Pendamping LPB/BDS-P; Kementerian Koperasi dan UKM dan Universitas Sebelas Maret; Surakarta 22-27 April 2010.

2 komentar: